KARAWANG | BERITAINDUSTRI.ID— Proyek pemasangan U-Ditch di Jalan Sukarja Jayalaksana, Kelurahan Nagasari, Kecamatan Karawang Barat kembali memicu sorotan publik. Proyek yang dibiayai melalui APBD Kabupaten Karawang Tahun 2025 dengan nilai pagu Rp880.000.000 itu dinilai bermasalah pada pelaksanaan teknis maupun pengawasan di lapangan.
Berdasarkan papan informasi proyek, pekerjaan tersebut dilaksanakan oleh CV Madu Segara dengan Nomor Kontrak: 027.2/613/06.2.01.0012.3.83/KPA-SDA/PUPR/2025, tertanggal 18 September 2025. Volume pekerjaan tercatat sepanjang 507 meter dengan spesifikasi U-Ditch ukuran 0,60 x 0,60 meter.
Namun hasil pantauan lapangan menunjukkan kejanggalan. Pemasangan U-Ditch dilakukan saat kondisi saluran masih tergenang air dan berlumpur. Bahkan, diduga U-Ditch tetap dipasang tanpa pengeringan saluran atau persiapan lantai kerja sesuai standar konstruksi.
Pengamat kebijakan publik yang juga Ketua DPC Peradi Karawang, Asep Agustian, SH., MH., atau yang akrab disapa Askun, mengecam keras kondisi tersebut.
“Ini bukan sekadar keteledoran teknis. Ini kelalaian sistemik yang bisa disebut pengkhianatan terhadap anggaran rakyat. Jika pejabat teknis di Bidang SDA menutup mata terhadap pelanggaran seperti ini, publik patut curiga: ada apa di balik pembiaran ini?” tegas Askun, Senin (10/11/2025).
Askun menilai kabar yang selama ini dibangun oleh Kabid SDA PUPR Karawang, Dr. Aries, mengenai era kerja ‘bersih’ justru dipatahkan oleh fakta di lapangan.
“Kalau Kabid SDA membanggakan era bersih, faktanya pekerjaan seperti ini mencoreng semua klaim tersebut,” ujar Askun.
Masih menurut Askun, Bupati Karawang harus segera turun tangan mengevaluasi kinerja Kabid SDA. Tidak hanya itu, ia juga meminta Aparat Penegak Hukum (APH) — Polres Karawang, Kejaksaan Negeri, hingga unit Tipikor — untuk segera melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan proyek.
“Jangan biarkan uang rakyat terus terkuras hanya karena pembiaran teknis yang berulang. Audit menyeluruh wajib dilakukan,” tandasnya.
Menurutnya, proyek asal-asalan hari ini, bisa menjadi penyebab bencana di kemudian hari. Jika pejabat teknis diam, maka mereka turut menjadi bagian dari masalah.
Sementara itu, ketika wartawan mengonfirmasi ke lapangan, mandor irit bicara, pelaksana tidak ada di lokasi, dan pihak dinas hanya memberikan jawaban normatif: “akan kami coba hubungi rekanan.”
Publik pun bertanya — apakah ini bentuk tanggung jawab atas proyek ratusan juta rupiah, atau justru bukti bahwa pengawasan proyek hanya formalitas tanpa integritas?
(Red)

