MEKAH, BERITAINDUSTRI.ID, Dalam upaya memperkuat ketahanan pangan nasional dan menjawab tantangan swasembada pangan, Menteri Pertanian Republik Indonesia mengeluarkan surat edaran resmi yang ditujukan kepada seluruh Bupati dan Wali Kota di Indonesia. Surat bernomor B–193/SR.020/M/05/2025 tersebut berisi perintah tegas untuk melarang alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Lahan Baku Sawah (LBS) ke sektor non-pertanian. Langkah ini merupakan tindak lanjut langsung dari arahan Presiden Republik Indonesia dan implementasi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 yang telah diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, Selasa (3/6/2025).
Dalam isi surat tersebut, Menteri Pertanian menyampaikan tujuh langkah konkret yang wajib dilakukan oleh pemerintah daerah. Di antaranya adalah menjaga eksistensi LP2B dan LBS sesuai ketetapan nasional, tidak menyetujui alih fungsi lahan pertanian, serta menjaga keberlanjutan lahan hasil program cetak sawah dan optimasi pertanian. Tak kalah penting, pemerintah daerah juga diminta meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran alih fungsi lahan. Bagi pihak yang terbukti melakukan pelanggaran, baik perorangan, pejabat pemerintah, maupun korporasi, ancaman pidana penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp1 miliar menanti, sebagaimana diatur dalam Pasal 72 sampai 74 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 jo. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023.
Menteri Pertanian juga mendorong setiap daerah untuk segera menyusun Peraturan Daerah serta Peraturan Bupati atau Wali Kota yang secara khusus mengatur dan memperkuat perlindungan terhadap lahan pertanian. Selain itu, daerah juga diminta untuk memberikan insentif bagi petani maupun aparat yang berperan aktif dalam menjaga sawah tetap lestari dan produktif.
“Ini bukan sekadar soal tanah. Ini soal masa depan bangsa. Menjaga sawah adalah menjaga keberlanjutan pangan bagi anak cucu kita,” tegas Menteri Pertanian dalam pernyataannya. Langkah tegas ini disambut positif oleh berbagai elemen masyarakat, terutama kalangan petani muda dan komunitas desa yang selama ini merasa lahan pertanian makin terhimpit oleh pembangunan.
Menanggapi edaran tersebut, Dr (C) Emed Tarmedi, A.Md.Kep., S.KM., MH.Kes Ketua DPC Pemuda Tani Indonesia Kab. Karawang, menyampaikan dukungannya. Ia menyebut kebijakan ini menjadi momentum penting untuk membangkitkan kesadaran kolektif dalam menjaga lahan pertanian dari ancaman konversi lahan yang tidak terkendali.
“Kami mengapresiasi langkah Kementerian Pertanian. Di Karawang, lahan sawah sudah lama tertekan oleh industrialisasi. Jika tidak ada perlindungan tegas dari pemerintah, petani bisa kehilangan sumber penghidupan dan kita kehilangan jantung produksi pangan nasional,” ujar Emed.
“Kami juga mendorong pemerintah daerah segera menindaklanjuti surat edaran ini dengan kebijakan konkret di tingkat lokal, termasuk pemberian insentif bagi petani yang menjaga sawahnya tetap produktif. Ini soal keberlanjutan pangan, bukan sekadar regulasi,” tambahnya.
Surat edaran ini turut ditembuskan kepada pejabat tinggi negara, termasuk Menteri Koordinator Bidang Pangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, seluruh Gubernur, dan Kepala Kepolisian Daerah. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah pusat dalam menghentikan laju konversi lahan yang kian masif dan berpotensi merusak kedaulatan pangan nasional.
Masyarakat pun diajak untuk turut aktif dalam menjaga sawah dan mengawal kebijakan ini. Karena ketika sawah hilang, yang terancam bukan hanya petani, melainkan masa depan seluruh rakyat Indonesia.