KARAWANG | BERITAINDUSTRI.ID— Angka pengangguran di Kabupaten Karawang terus menjadi sorotan. Kondisi ini diperparah dengan maraknya laporan calon pekerja yang menjadi korban dugaan praktik pungutan liar (pungli) oleh oknum yang mengatasnamakan perangkat desa maupun tokoh lingkungan. Para korban mengaku dijanjikan pekerjaan, tetapi faktanya hanya diberikan harapan kosong.
Salah satu calon pekerja yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa ia telah memberikan sejumlah uang kepada oknum tersebut dengan alasan sebagai syarat masuk kerja.
“Saya hanya dijanji-janjikan saja. Setiap dia minta uang, saya kasih, meskipun tidak seberapa. Tapi itu cukup buat jajan satu atau dua hari. Sampai sekarang juga tidak ada kabar soal pekerjaan itu,” ungkapnya, Jumat (14/11/2025)
Menurutnya, bukan hanya dirinya yang menjadi korban. Beberapa teman dekatnya juga mengalami hal serupa, bahkan dengan jumlah pungutan yang lebih besar.
“Teman saya disuruh bayar APD sampai satu juta rupiah. Padahal yang saya tahu, pabriknya saja belum buka. Informasinya baru beroperasi awal tahun nanti. Jadi ini jelas-jelas mencurigakan,” tambahnya.
Masuk dalam Kategori Pungutan Liar, Bisa Dipidana
Praktik meminta uang kepada calon pekerja dengan imbalan janji pekerjaan termasuk pungutan liar, yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Dasar hukum yang melarang pungutan liar dan praktik percaloan kerja:
1. UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Pasal 35 ayat (1) dan (2) menegaskan bahwa penempatan tenaga kerja tidak boleh dipungut biaya tanpa dasar hukum yang jelas, kecuali dilakukan oleh lembaga resmi yang memiliki izin.
2. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Pungli dapat masuk dalam kategori penyalahgunaan wewenang dan dapat dikenakan pidana bagi oknum yang mengatasnamakan jabatan tertentu.
3. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar
Dengan jelas menyebut bahwa setiap bentuk pungutan tidak resmi, termasuk dalam proses rekrutmen tenaga kerja, dilarang dan dapat diproses hukum.
4. KUHP Pasal 368 tentang Pemerasan
Pelaku bisa dipidana hingga 9 tahun penjara jika terbukti memaksa atau menipu korban untuk memberikan uang.
Korban Minta Aparat Bertindak Tegas
Narasumber berharap aparat penegak hukum maupun pemerintah daerah segera turun menangani kasus tersebut, sebab praktik seperti ini terus berulang di masyarakat.
“Saya tidak mau orang lain ikut tertipu seperti kami. Kami butuh kerja, tapi jangan sampai dimanfaatkan. Saya berharap pemerintah dan polisi bisa mengambil tindakan,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa dirinya beserta beberapa korban lain siap memberikan keterangan jika kasus ini ditindaklanjuti secara hukum.
Hingga berita diterbitkan upaya konfirmasi masih terus dilakukan guna mendapat informasi yang akurat.
(Red)

