KARAWANG | BERITAINDUSTRI.ID —
Bupati Karawang H. Aep Syaepuloh, S.E., bersama Ketua DPRD Kabupaten Karawang H. Endang Sodikin, S.Pd.I., S.H., M.H., Kapolres Karawang AKBP Fiki N. Ardiansyah, S.H., S.I.K., M.K.P., M.Si., serta Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Hj. Rosmalia Dewi, S.H., M.H., menerima a𝚜𝚙𝚒𝚛𝚊𝚜𝚒 𝚍𝚊𝚛𝚒 sejumlah perwakilan serikat pekerja, petani, dan mahasiswa di Gedung Singaperbangsa, Selasa (12/11/2025).
Pertemuan ini menjadi wadah penyampaian aspirasi dari kelompok buruh dan masyarakat yang tergabung dalam 𝙰𝚕𝚒𝚊𝚗𝚜𝚒 KBPP Plus, di antaranya dari KASBI, FSPMI, SPSI, KPPB, SEPETAK, FBK, serta perwakilan mahasiswa. Mereka membawa berbagai persoalan seputar ketenagakerjaan dan kebijakan daerah, terutama terkait program pemagangan yang diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) Karawang Nomor 19 Tahun 2025.
Sorotan Isu Pemagangan
Para perwakilan buruh menilai program pemagangan yang merupakan kebijakan turunan dari pemerintah tersebut lebih menguntungkan pihak pengusaha dan belum memberikan perlindungan yang layak bagi peserta magang.
Ketua DPC Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Karawang, Dion Untung Wijaya, S.H., M.H., mencontohkan adanya perusahaan besar yang memberhentikan karyawan tetap dan menggantikan posisi tersebut dengan peserta magang.
Padahal, sesuai Permenaker Nomor 36 Tahun 2016, jumlah peserta magang tidak boleh melebihi 20 persen dari total pekerja di unit kerja terkait. Namun di lapangan, aturan tersebut kerap disalahgunakan dan berdampak pada berkurangnya jumlah pekerja tetap.
Adapun Perbup Nomor 19 Tahun 2025 mengatur tentang penyelenggaraan pemagangan dalam negeri di wilayah Kabupaten Karawang, dengan ketentuan pemberian uang saku minimal 80 persen dari Upah Minimum Kabupaten (UMK).
Tuntutan Pekerja dan Mahasiswa
Selain menyoroti isu pemagangan, serikat pekerja juga mempertanyakan proses penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang seharusnya sudah ditetapkan pada November ini.
Kenaikan upah tahun 2025 mengacu pada PP Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan serta mempertimbangkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023. Berdasarkan formula tersebut, kenaikan rata-rata upah diperkirakan sekitar 10 persen, bergantung pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi daerah.
Perwakilan SEPETAK turut menyoroti persoalan agraria, terutama program hutanisasi yang dinilai tidak berjalan optimal. Akibatnya, banyak lahan pertanian yang tidak dimanfaatkan sesuai rencana, sehingga petani kehilangan sumber penghidupan dan anak-anak mereka terpaksa bekerja di pabrik dengan sistem magang berulang.
Salah satu perwakilan mahasiswa yang hadir bahkan menyampaikan keluhan dengan nada emosional:
“Saat SMK saya magang, setelah lulus juga dimagangkan. Saya yakin setelah kuliah pun akan dimagangkan lagi. Kapan kami bisa jadi karyawan tetap? Fokus kami jelas: Perbup Nomor 19 harus dicabut hari ini. Jika tidak, kami akan bertahan di sini selama-lamanya,” ujarnya.
(𝙹𝚞𝚗@)

